JAKARTA– Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI Mukhtarudin menilai kebijakan industrial yang lebih komperhensif sangat dibutuhkan untuk memberi ruang bagi sektor industri dalam negeri terus bertumbuh dan berkemampuan menyerap angkatan kerja.
Pasalnya, politisi Dapil Kalimantan Tengah ini mengaku kebijakan ekspor-impor dan kebijakan wajib standardisasi produksi manufaktur yang longgar sangat berlawanan dengan kehendak memperkuat kontribusi industri dalam negeri bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Karena impor produk manufaktur yang tidak terkendali menyebabkan produktivitas industri manufaktur dalam negeri turun ke titik terendah,” tutur Mukhtarudin, Selasa 19 November 2024.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur yang pada Oktober tetap kontraksi di angka 49,2 poin, masih dikarenakan masifnya produk barang jadi impor yang masuk ke pasar domestik.
“Kita bisa lihat PT Sritex, PT Sepatu Bata, dan puluhan perusahaan industri manufaktur lainnya yang sudah berhenti berproduksi,” ungkap Mukhtarudin.
Mukhtarudin berujar PMI manufaktur bulan Oktober dipengaruhi oleh sedikit penurunan pada hasil (output) dan pesanan baru, sehingga memperpanjang periode kontraksi yang telah berlangsung selama empat bulan sejak Juli 2024.
Selain itu, Anggota Komisi XII DPR RI ini bilang sektor industri dalam negeri juga telah menerima ekses dari melemahnya konsumsi publik yang sudah terkonfirmasi oleh data tentang deflasi beberapa bulan terakhir ini.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), jumlah angkatan kerja per Februari 2024 sebanyak 149,38 juta.
Jumlah tersebut mencerminkan kekuatan konsumsi masyarakat. Sebagian dari jumlah ini sudah tidak bekerja lagi karena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Untuk itu, Mukhtarudin mendukung Kementerian Perindustrian yang telah menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa bertindak sendiri dalam menjaga iklim kondusif bagi industri dalam negeri agar terus tumbuh dan menjadi tulang punggung untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7–8 persen yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Artinya, Fraksi Golkar DPR RI berharap agar kementerian lembaga lain juga yang memiliki kebijakan terkait sektor manufaktur bisa bersinergi dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang berdampak positif bagi pertumbuhan sektor industri,” pungkas Mukhtarudin.
Kementerian Perindustrian mencatat ada 130 wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) dari 5.365 SNI di sektor industri. Minimnya wajib standar tersebut membuat Indonesia kebanjiran barang impor.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi mengatakan kebijakan wajib SNI di sektor industri menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri kedepannya. Terutama dalam peta persaingan dengan produk-produk inpor.
“Ini sebetulnya merupakan tantangan bagi kami sebagai pemerintah sebagai regulator terutama bagi regulator yang mengatur dari sisi perdagangan menjadi pekerjaan rumah bagaimana caranya membendung barang-barang arus impor,” ungkap Andi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Perindustrian Pemberlakuan Standardisasi Secara Wajib, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Andi mengatakan, risiko dari sedikitnya barang atau produk manufaktur yang diwajibkan mengantongi standar membuka ruang bagi maraknya produk impor. Misalnya, produk-produk impor yang bisa langsung digunakan.
“Karena semakin sedikit standar yang kita berlakukan secara wajib, maka semakin terbuka juga peluang untuk impor produk-produk konsumsi,” tegas Andi.