Belakangan ini, Uni Eropa telah menjadi sorotan utama dalam kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia, khususnya terkait dengan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil atau CPO).
Terlebih lagi, Menteri Investasi dan Koordinasi Perekonomian, Bahlil Lahadalia, menyampaikan kekesalannya terhadap Uni Eropa mengenai hambatan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor CPO.
Terkait hal itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Mukhtarudin, memberikan pujiannya ke Bahlil Lahadalia.
“Saya dapat memahami kekesalan Menteri Bahlil terhadap Uni Eropa soal hambatan Indonesia mengekspor CPO ini, dan menurut saya ini adalah sesuatu yang wajar dan saya puji keberaniannya,” ujarnya, Rabu (6/9/2023).
Menurut Muktarudin, keksesalan Menteri Bahlil adalah bentuk pemahaman yang mendalam terhadap kompleksitas masalah yang dihadapi Indonesia dalam menjalankan ekspor CPO, yang merupakan salah satu komoditas unggulan dalam negeri.
CPO kata Dia, adalah salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia, memberikan lapangan kerja kepada ribuan petani kelapa sawit dan mendukung perekonomian nasional. Karena itu, perhatian terhadap hambatan ekspor CPO sangat penting.
Ketika ditanya mengenai upaya Menteri Bahlil untuk mengajak negara-negara ASEAN bersatu dalam melawan kesewenang-wenangan Uni Eropa terhadap Undang-undang anti deforestasi, Mukhtarudin menjelaskan, Indonesia dan Malaysia, sebagai dua negara ASEAN yang merupakan produsen 85% CPO dunia, pasti merasakan dampaknya.
“Kesatuan ASEAN dalam menghadapi Uni Eropa dalam masalah ini akan memiliki dampak yang signifikan,” tukasnya
Hal ini kata Dia, merupakan langkah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, terutama ketika mengingat Uni Eropa terus mempersulit Indonesia dalam upayanya untuk berkembang menjadi negara maju.
“Saya mendukung langkah pemerintah untuk mengalihkan pasar ke wilayah Afrika jika Uni Eropa terus mempersulit Indonesia. Kita perlu mencari alternatif pasar yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kita,” tukas Mukhtarudin.
Ia juga memberikan masukan bagi pemerintah dalam menghadapi kebijakan Uni Eropa yang terus mempersulit Indonesia melalui Undang-undang mereka. “Dalam jangka pendek, saya mendorong pemerintah untuk melayangkan tindakan balasan atau retaliasi dagang dengan Uni Eropa secara lebih efektif,” katanya.
“Pemerintah dapat menaikkan bea masuk atau menerapkan kebijakan non-tarif terhadap sejumlah produk Eropa, seperti otomotif, wine, minyak, keju, dan lain-lain. Langkah ini akan memberikan tekanan kepada Uni Eropa dan memastikan mereka mempertimbangkan kembali tindakan mereka terhadap Indonesia,” tambahnya.
Lebih lanjut, Mukhtarudin mengusulkan, agar Pemerintah dapat mengusulkan sebuah Undang-Undang tentang Retaliasi atau Tindakan Balasan ini ke DPR. “Dengan begitu, kita memiliki panduan bagaimana bersikap secara komprehensif jika situasi serupa terulang. Negara-negara lain juga akan memahami dampak berhadapan dengan Indonesia di bidang perdagangan,” paparnya.
Tindakan-tindakan ini, menurut Mukhtarudin, akan mengirimkan pesan kuat kepada Uni Eropa dan negara lain bahwa Indonesia serius dalam melindungi kepentingan ekonominya.
“Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat membuat Uni Eropa atau negara manapun berpikir dua kali sebelum menghambat ekspor komoditas kita,” tambahnya.
Tanggapan bijak dan solusi konkret dari Mukhtarudin menunjukkan perlunya pendekatan yang matang dalam menangani masalah perdagangan dengan Uni Eropa.
Sementara pemerintah terus bekerja untuk mengatasi hambatan ini, kerjasama antara legislatif dan eksekutif, seperti yang diusulkan oleh Mukhtarudin, akan menjadi kunci untuk memastikan kepentingan ekonomi Indonesia tetap terlindungi.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyindir Uni Eropa menerapkan kebijakan yang berpotensi menghambat ekspor sejumlah produk Indonesia. Sebagai informasi, Uni Eropa menerapkan Undang-undang anti deforestasi (EUDR).
Produk yang masuk ke Uni Eropa harus bebas dari deforestasi atau tidak mempengaruhi kelestarian hutan. Namun sejumlah produk yang diekspor Indonesia, termasuk sawit atau CPO dinilai menyebabkan deforestasi.
“Kami punya CPO, ketika Eropa mengatakan karena lingkungan dan macam-macam, kita bikin B20, B30, B40. Tapi ketika larangan ekspor CPO ke Eropa, ribut juga itu barang. Maunya kita ekspor,” katanya dalam ASEAN Investment Forum di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (2/9/2023).