Anggota Komisi VI DPR RI Mukhtarudin menilai, pihak-pihak yang gerah dengan keberadaan Permenperin 03/2021 Tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional merupakan pihak yang selama ini menikmati kondisi industri gula tanah air yang jalan ditempat. Menurutnya, mereka menginginkan kondisi semacam ini hanya karena demi meraup keuntungan.
“Pemain gula yang menolak Permenperin ini. Mereka ini yang terganggu karena mau impor terus gula rafinasi dan merembeskannya ke pasar konsumsi,” sindir Politikus Golkar itu kepada wartawan, Rabu (12/05/2021).
Mukhtarudin menjelaskan, kalau bicara substansi dan kondisi obyektif pergulaan nasional maka bisa dilihat dari beberapa hal.
Pertama, kebutuhan gula nasional terdiri dari kebutuhan konsumsi langsung/rumah tangga (Gula Kristal Putih/GKP) dan kebutuhan untuk bahan baku industri (Gula Kristal Rafinasi/GKR).
“Kebutuhan Gula Kristal Putih dipenuhi oleh pabrik gula terintegrasi tebu dan kebutuhan Gula Kristal Rafinasi dipenuhi oleh pabrik gula rafinasi,” paparnya.
Untuk diketahui, terang dia, tahun 2020 kebutuhan gula nasional mencapai sekitar 6 juta ton terdiri dari 2,8 juta ton GKP dan sekitar 3,2 juta ton GKR.
“Produksi gula nasional tahun 2020 hanya sebesar 2,13 juta ton yang dipenuhi oleh 43 Pabrik Gula (PG) BUMN dan 19 PG swasta, sehingga masih terdapat kekurangan gula yang dipenuhi melalui impor,” ungkapnya lagi.
Menurutnya, izin impor yang diberikan berupa impor Gula Kristal Mentah / Raw Sugar yang diolah menjadi Gula Kristal Putih dan Gula Kristal Rafinasi agar memberikan nilai tambah di dalam negeri.
“Untuk memberikan menjamin dan kepastian ketersediaan bahan baku industri gula dalam rangka pemenuhan kebutuhan gula nasional, maka diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 3 Tahun 2021,” tandasnya.
Kalau mau swasembada, kata dia, maka produksi gula dalam negeri harus ditingkatkan, maka parbrik-pabrik gula berbasis tebu tingkatkan produktivitasnya caranya tingkatkan penyerapan tebu petani, kembangkan perkebunan tebu, jalin kemitraan yang baik dengan petani tebu. Jadi fokus memproduksi gula konsumsi.
“Import raw sugar hanya untuk kebutuhan gula rafinasi sebagai bahan baku industri, ini ditugaskan kepada pabrik-pabrik gula rafinasi fokus disini tidak boleh masuk kepada gula konsumsi. Inilah konsep demarkasi dari substansi yang tertuang dalam Permenperin no 3 tahun 2021,” tegasnya.
Selama ini, kata dia lagi, pabrik-pabrik gula yang berbasis tebu setengah hati membina dan menjalin kemitraan dgn petani tebu.
“Makanya Permenperin memaksa mereka untuk fokus,” tegasnya.
Mukhtarudin juga memastikan bahwa Permenperin tersebut akan terus dijalankan.
“Karena berkaitan dengan kepentingan rakyat dan sebagai alas menuju swasembada gula. Gak ada alasan untuk dicabut karena tujuannya baik untuk kepentingan nasional, dan salah satu cara menuju swasembada gula,” pungkasnya.
Berita ini telah terbit di Teropong Senayan, Rabu (12/05).