Berita ini telah terbit pada tanggal 3/2/2021.
Sumber : suarainvestor.com
Kalangan DPR mendesak pemerintah agar melakukan evaluasi terhadap tata niaga komoditas kedelai. Karena ternyata kebjakan tata niaga kedelai ini rawan gejolak dan menimbulkan ketidakstabilan harga.
“Kasus mogoknya pengusaha UMKM Tempe dan Tahu menghentikan produksi, harus menjadi perhatian pemerintah. Karena sempat terjadi kelangkaan bahan baku tempe dan tahu,” kata Anggota Komisi VI DPR Mukhtarudin kepada wartawan disela-sela rapat kerja dengan Mendag Muhammad Luthfi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Jakarta, Rabu (3/2/2021).
Lebih jauh Mukhtarudin menjelaskan dampak kelangkaan komoditas kedelai ini menyebabkan pasokan ke pabrik tentu terganggu. Sehingga menyebabkan harga menjadi naik dan tekanan inflasi semakin tinggi. “Ini rentetannya, panjang. Apalagi kedelai termasuk salah satu makanan pokok (sembako). Kondisi ini harus menjadi concern pemerintah agar tak ada lagi kelangkaan,” ujarnya.
Pasalnya, kata Politisi Golkar, masalah pangan ini sangat krusial, karena kekurangan pangan bisa menyebabkan gejolak sosial yang mengganggu stablitas negara.
Disinggung soal kurangnya koordinasi antara kementerian, Legislator dari Dapil Kalimantan Tengah ini tak membantah bahwa sinergi antara lembaga dan kementerian sangat lemah, termasuk antara Kementerian Perdagangan dan Pertanian. “Tentu ini menjadi catatan tersendiri. Ego sektoral antar kementerian masih tinggi, mestinya ini juga diturunkan demi kepentingan rakyat,” ungkapnya.
Padahal, sambung Mukhtarudin lagi, dua kementerian ini saling terkait. Kementerian Perdagangan sendiri juga tidak bisa disalahkan. Misalnya, Begitupun dengan Kementerian Pertanian. Meski, ada yang menyebut telah swasembada kedelai, namun kenyataan di lapangan berbeda. “Tidak kalah pentingnya soal data komoditas pangan, harusnya jadi satu data,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan Indonesia (SPTP I ) Jakarta Barat, Mu’alimin kepada CNBC Indonesia menegaskan pengrajin tahu dan tempe memutuskan untuk berhenti melakukan penjualan selama 3 hari, mulai tanggal 1 Januari kemarin hingga 3 Januari esok.
Langkah ini, kata Mu’alimin, tidak lepas dari naiknya harga kedelai secara drastis. Akibatnya, pasokan tempe dan tahu menjadi sangat langka di lapangan.
“Kita mogok penjualan tanggal 1,2 dan 3 ini sementara mogok produksi 30,31 dan 1 Januari kemarin. Karena tempe ada prosesnya seperti fermentasi dan lain, yang dijual hari ini, bisa produksi dari hari kamisnya bahkan rabunya,” kata Ketua Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan Indonesia (SPTP I ) Jakarta Barat, Mu’alimin kepada CNBC Indonesia, Sabtu (2/1/2021).
Langkah itu mau tidak mau menjadi opsi terakhir bagi pengrajin karena hingga kini harga kedelai terus melonjak tajam. Ia menjelaskan bagaimana harga kedelai bisa terus naik setiap harinya. Kondisi itu menyulitkan bagi pengrajin, karena kenaikannya sudah tidak lagi wajar.
“Kenaikan kedelai nggak stabil. Harganya naik di hari ini, besoknya naik lagi. Harga normal di angka Rp. 6.500 – 7.000/Kg. Sekarang sampai Rp. 9.200 bahkan 10 ribu, bahkan ada yang lebih dari 10ribu/Kg,” katanya.
Alhasil, dengan harga penjualan normal, pengrajin sudah tidak lagi mendapatkan untung. Sebaliknya, jika harus menaikkannya maka konsumen yang akan mempertanyakan alasan kenaikannya.
“Karenanya kami ingin konsumen tau harganya naik, sehingga pedagang bisa naikkan harganya secara nggak susah, konsumen nggak nanya. Kalau tiba-tiba naik tanpa ada info mereka juga mempertanyakan,” jelasnya. ***